Subscribe:

Kamis, 13 Desember 2012

Sederhana


Seorang kakek tua renta dan buta datang kepada Rasulullah Muhammad SAW dan mendaftarkan diri untuk berperang berperang bersama para sahabat dan Rasulullah. Lalu Rasulullah berkata:

“Wahai Bapak tua, sesungguhnya kau telah sampai pada masa uzurmu. Kau tidak perlu ikut pada peperangan ini. Kau sudah tidak wajib berperang”

            Menurutku, sangat masuk akal ketika Rasulullah mengatakan hal demikian. Karena secara fisik bapak tersebut sudah sangat tua ditambah pula dalam keadaan buta. Sehingga secara akal dapat dipastikan bapak tersebut tidak akan mampu untuk melawan musuh di medan perang.

Mendengar kalimat Rasulullah tersebut, sang bapak tua tidak serta merta menurut dan pulang, beliau lalu berkata pada Rasulullah:

“Ya Rasulullah…izinkanlah aku ikut berperang, aku hanya ingin menjadi sebuah titik di antara pasukan kaum muslimin… sehingga dapat menggentarkan para musuh”

Subhanallah…betapa seserhana cita-cita bapak tersebut, dia tidak memilki cita-cita yang muluk-muluk seperti ingin membunuh musuh sebanyak-banyaknya, dia tidak pula berkeinginan untuk memenggal kepala panglima perang dari musuh. Tapi, dia hanya ingin menjadi sebuah titik. Ya, sebuah titik yang dapat menggentarkan musuh kaum muslimin. Kenapa? Karena ketika di padang pasir  para pasukan hanya terlihat seperti titik-titik. Oleh karena itu, bapak tua ini ingin menambah sebuah titik dari pasukan kaum muslimin sehingga ketika di padang pasir, titik-titik pasukan muslimin akan terlihat semakin banyak dan tentu hal ini dapat menggentarkan musuh karena pasukan kaum muslimin terlihat banyak. Sederhana bukan? Hanya sebuah titik. Tapi bapak tersebut tidak pernah merasa dirinya tidak berarti meskipun dia hanya berupa satu titik.
Belajar dari kisah bapak tua tadi, terkadang aku atau kalian sering mengabaikan arti satu titik. Contoh misalnya ketika syuro atau rapat. Aku atau kalian mungkin pernah atau bahkan sering berpikiran untuk datang terlambat, atau bahkan tidak datang karena memilki anggapan bahwa ah… masih ada yang lain. Toh, meskipun aku tak datang, ga bakal terlalu berpengaruh pada hasil syuro atau rapat itu, karena yang lain masih banyak. Nah… yang jadi masalah adalah, teman-teman kita yang lain berpikiran seperti itu juga. Bukan hanya satu atau dua orang, tapi banyak. Sehingga yang datang syuro atau rapat hanya sebagian kecil. Inilah yang mengakibatkan tidak efektifnya syuro atau rapat.
Permasalahan lainnya adalah ketika hasil syuro diputuskan dan hasilnya tidak sesuai dengan harapan kita, tak jarang mungkin di atara kita ada yang merasa kecewa, merasa keputusan syuro sudah tidak sepemahaman dengan kita, bahkan merasa bahwa kita sudah tidak sejalan dengan mereka. Padahal hasil syuro tersebut merupakan hasil musyawarah dari beberapa pendapat dari berbagai peserta syuro sehingga didapat sebuah keputusan yang terbaik diantara semua pendapat yang telah disampaikan.
Bahkan mungkin, pendapat pribadi kita sudah sempat disampaikan oleh orang yang mungkin memilki pikiran yang sama dengan pemikiran kita. Namun, setelah dipertimbangkan baik buruknya ternyata pendapat kita lebih banyak mudhorotnya sehingga tidak disetujui dalam syuro. Sedangkan kita sendiri tidak tahu bahwa keputusan yang dihasilkan tersebut merupakan keptusan final yang telah mempertimbangkan berbagai hal, karena kita tidak datang pada syuro tersebut. Lumayan fatal bukan ketika kirta mengabaikan satu titik itu?
Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan bagiku, bagimu, dan bagi kita semua agar tidak menyepelekan sesuatu yang kecil sederhana. Karena terkadang sesuatu yang kecil dan sederhana itulah yang justru nantinya akan memberikan manfaat besar ketika dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT.

*terinspirasi dari sebuah materi yang disampaikan Ustad Arif

0 komentar:

Posting Komentar