Seorang kakek tua renta dan buta
datang kepada Rasulullah Muhammad SAW dan mendaftarkan diri untuk berperang
berperang bersama para sahabat dan Rasulullah. Lalu Rasulullah berkata:
“Wahai Bapak tua,
sesungguhnya kau telah sampai pada masa uzurmu. Kau tidak perlu ikut pada
peperangan ini. Kau sudah tidak wajib berperang”
Menurutku,
sangat masuk akal ketika Rasulullah mengatakan hal demikian. Karena secara
fisik bapak tersebut sudah sangat tua ditambah pula dalam keadaan buta.
Sehingga secara akal dapat dipastikan bapak tersebut tidak akan mampu untuk
melawan musuh di medan perang.
Mendengar
kalimat Rasulullah tersebut, sang bapak tua tidak serta merta menurut dan
pulang, beliau lalu berkata pada Rasulullah:
“Ya Rasulullah…izinkanlah aku ikut
berperang, aku hanya ingin menjadi sebuah titik di antara pasukan kaum muslimin…
sehingga dapat menggentarkan para musuh”
Subhanallah…betapa
seserhana cita-cita bapak tersebut, dia tidak memilki cita-cita yang
muluk-muluk seperti ingin membunuh musuh sebanyak-banyaknya, dia tidak pula
berkeinginan untuk memenggal kepala panglima perang dari musuh. Tapi, dia hanya
ingin menjadi sebuah titik. Ya, sebuah titik yang dapat menggentarkan musuh
kaum muslimin. Kenapa? Karena ketika di padang pasir para pasukan hanya terlihat seperti
titik-titik. Oleh karena itu, bapak tua ini ingin menambah sebuah titik dari
pasukan kaum muslimin sehingga ketika di padang pasir, titik-titik pasukan
muslimin akan terlihat semakin banyak dan tentu hal ini dapat menggentarkan musuh
karena pasukan kaum muslimin terlihat banyak. Sederhana bukan? Hanya sebuah
titik. Tapi bapak tersebut tidak pernah merasa dirinya tidak berarti meskipun
dia hanya berupa satu titik.
Belajar dari
kisah bapak tua tadi, terkadang aku atau kalian sering mengabaikan arti satu
titik. Contoh misalnya ketika syuro atau rapat. Aku atau kalian mungkin pernah
atau bahkan sering berpikiran untuk datang terlambat, atau bahkan tidak datang
karena memilki anggapan bahwa ah… masih
ada yang lain. Toh, meskipun aku tak datang, ga bakal terlalu berpengaruh pada
hasil syuro atau rapat itu, karena yang lain masih banyak. Nah… yang jadi
masalah adalah, teman-teman kita yang lain berpikiran seperti itu juga. Bukan
hanya satu atau dua orang, tapi banyak. Sehingga yang datang syuro atau rapat
hanya sebagian kecil. Inilah yang mengakibatkan tidak efektifnya syuro atau
rapat.
Permasalahan
lainnya adalah ketika hasil syuro diputuskan dan hasilnya tidak sesuai dengan
harapan kita, tak jarang mungkin di atara kita ada yang merasa kecewa, merasa
keputusan syuro sudah tidak sepemahaman dengan kita, bahkan merasa bahwa kita
sudah tidak sejalan dengan mereka. Padahal hasil syuro tersebut merupakan hasil
musyawarah dari beberapa pendapat dari berbagai peserta syuro sehingga didapat
sebuah keputusan yang terbaik diantara semua pendapat yang telah disampaikan.
Bahkan mungkin,
pendapat pribadi kita sudah sempat disampaikan oleh orang yang mungkin memilki
pikiran yang sama dengan pemikiran kita. Namun, setelah dipertimbangkan baik
buruknya ternyata pendapat kita lebih banyak mudhorotnya sehingga tidak
disetujui dalam syuro. Sedangkan kita sendiri tidak tahu bahwa keputusan yang
dihasilkan tersebut merupakan keptusan final yang telah mempertimbangkan
berbagai hal, karena kita tidak datang pada syuro tersebut. Lumayan fatal bukan
ketika kirta mengabaikan satu titik itu?
Semoga tulisan
ini dapat menjadi renungan bagiku, bagimu, dan bagi kita semua agar tidak
menyepelekan sesuatu yang kecil sederhana. Karena terkadang sesuatu yang kecil
dan sederhana itulah yang justru nantinya akan memberikan manfaat besar ketika
dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT.
*terinspirasi dari sebuah materi
yang disampaikan Ustad Arif
0 komentar:
Posting Komentar