Subscribe:

Minggu, 29 Desember 2013

DUTA

Setelah dipikir-pikir, ternyata setiap dari kita adalah seorang Duta. Menjadi  apapun kita, dalam profesi maupun kedudukan apapun. Baik yang kecil maupun yang tinggi sekalipun. Kita sebagai Duta memilki peran yang amat sangat penting, sebab baik buruknya pandangan masyarakat terhadap suatu profesi atau kedudukan sangat bergantung pada sikap dan pembawaan kita sebagai Duta. Jika Duta bersikap baik, maka profesi dan kedudukan tersebut akan mendapatkan label baik, begitu pula sebaliknya. Analoginya sederhananya akan aku gambarkan dalam beberapa penjelasan selanjutnya.
            Seorang pengemis merupakan duta bagi pengemis yang lain. Akhir-akhir ini santer sekali berita tentang pengemis kaya yang menjadikan mengemis sebagai profesi, bukan karena suatu keterpaksaan. Bahkan, ada sebuah media yang mengkalkulasi bahwa pendapatan pengemis hampir mencapai 9 juta per bulan -sangat menakjubkan-. Adapula media yang mengabadikan foto pengemis kaya yang berpose di depan mobil pribadinya. Akibat tingkah pola sang pengemis yang satu ini, banyak sekali orang yang geram dan tidak percaya lagi pada para pengemis. Padahal bisa saja ada orang yang mengemis karena benar-benar butuh dan terpaksa, namun karena perbuatan pengemis lain yang telah banyak menipu, sehingga para pengemis lain yang jujur dan benar-benar butuh ini menjadi terdzolimi karena perbuatan pengemis lainnya yang tidak jujur. Bahkan, aku pun semakin enggan bersedekah pada para pengemis karena kepercayaanku pada mereka telah semakin pupus. Penyebab hal ini tidak lain karena beberapa orang pengemis tidak bertanggung jawab, padahal ia merupakan Duta bagi para pengemis lainnya.
            Tak hanya pengemis yang mendapatkan label negatif akibat perbuatan duta-dutanya. Di negeriku ini, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) juga semakin luntur. Sebab, sangat sering masyarakat melihat di berbagai media bahwa para anggota DPR ini tidak menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Seakan-akan para anggota DPR ini hanya banyak berceloteh dan kurang memperjuangkan kepentingan rakayat, tidak sesuai dengan namanya. Beberapa dari anggora DPR terlibat kasus Korupsi, Skandal, bahkan tindakan asusila. Padahal tidak semua anggota DPR seperti itu, adapula anggota DPR yang benar-benar bekerja sepenuh hati untuk meperjuangkan nasib rakyat. Namun, karena perbuatan sebagian yang lain, semua anggota DPR mendapatkan label yang negatif dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian Duta berbuat negatif, sehingga yang lainnya menjadi korban.

Rabu, 25 Desember 2013

Memperbaiki Target

Target, setiap orang memilki target yang berbeda-beda dalam hidupnya. Target inilah yang terkadang menjadi motivasi tersendiri yang membuat seseorang bersemangat dalam melakukan suatu pekerjaan menuju target yang diharapkan. Target jangka panjang dapat diartikan sebagai cita-cita, target jangka panjang ini terkadang berubah- ubah sesuai jamannya. Jika ada target jangka panjang, maka pasti ada target jangka pendek. Aku tak tau, sebenarnya indikator panjang dan pendek di sini berdasarkan berapa lama, 5 tahun, 10 tahun atau bahkan lebih?.
            Berbicara tentang target memang tidak ada bosannya. Saat ini, aku tidak ingin membahas tentang target jangka panjang yang katanya masih jauh dan lama (katanya). Aku hanya ingin mengingat kembali tentang target dalam kegiatanku selama ini. Sebagai seorang mahasiswa, ada satu kegiatan yang rutin aku lakukan, yakni Belajar. Belajar memang aku lakukan setiap hari, tetapi frekuensinya akan semakin sering ketika ujian akan berlangsung. Ada satu hal unik yang berbeda di departemenku dengan departemen lain. Setelah ujian berlangsung, biasanya satu atau dua minggu kemudian, nilai-nilai hasil ujian akan dipampang di mading masing-masing departemen. Tapi, hal tersebut tidak terjadi di departemenku, jangan berharap nilai akan dipampang di mading kecuali nilai-nilai yang bersifat interdept (interdepartemen) karena biasanya pihak departemen akan langsung mengeluarkan huruf mutu di krs setelah ujian akhir.
            Sebenarnya aku tidak suka dengan sistem seperti ini. Merasa tidak adil saja. Karena menurutku, nilai merupakan hak kami. Kami sebagai mahasiswa memilki hak untuk mengetahui berapa nilai ujian kami agar untuk ujian selanjutnya kami memilki target supaya nilai kami menjadi lebih baik lagi. Selain itu, lagsung mengeluarkan huruf mutu di krs setelah ujian akhir juga kurang adil karena kami akan mengalami kesulitan ketika ingin complain apabila nilai yang terpampang tidak sesuai ekspektasi. Awalnya aku sempat ingin protes kepada pihak departemen, tapi saat aku akan masuk ke sekret departemen, ada seorang kakak kelas yang mengingatkanku bahwa sistem ini memang sudah dari dulu, jadi percuma saja meminta nilai dipampang, tetap tidak akan bisa.

Sabtu, 14 Desember 2013

Kecil... Tapi Amanah Tetap Amanah

Siang itu saat aku sedang asik nonton tv di ruang tamu, tiba-tiba hpku berbunyi, ada nomor asing terpampang di layanya. Karena takut itu adalah telpon darurat, maka segera ku angkat. Ada suara laki-laki (seorang Bapak) disana. Agak terputus-putus suaranya karena sinyal di kosanku lumayan jelek. Kurang lebih seperti inilah percakapan kami.

Apa benar ini dengan Pradila Maulia?” tanya orang tersebut mengeja namaku

Aku langsung berkata dalam hati bahwa tidak mungkin orang tersebut mengenalku, sebab orang yang mengenalku biasanya memanggilku “Dila”.

ya benar pak, ini dengan siapa?” tanyaku penasaran

ini mbak, saya dari Ind***t, mau  nganterin paket hadiah, tapi saya ga bisa nemuin alamat mbak, saya sekarang di deket Apotik” bapak tersebut menjelaskan

Otakku langsung berpikir, hadiah apa ya? Lalu aku mencoba mengingat-ingat, apakah aku pernah ikut kuis atau sejenisnya. Dan...ahaaa.... ya benar, kemaren aku ikut kuis dan mendapatkan hadiah boneka Line yang akan dikirim ke alamat masing-masing pemenang katanya. Sudah agak lama aku menunggu paket hadiah ini, saking lamanya menunggu, aku sudah tidak terlalu berharap. Eh... tak disangka, ternyata hadiahnya datang juga -alhamdulillah-. Lalu bergegaslah aku langsung keluar dari kosan dan mengahmpiri bapak tersebut yang menunggu di dekat apotik.
Ketika aku menemukan bapak tersebut, senang sekali rasanya melihat boneka Line berukuran besar yang beliau bawa. Aku segera memanggil bapak tersebut dan menghampirinya.

“bapak tadi yang nelpon saya?” aku memastikan apakah benar bapak ini atau tidak

kamu Pradila Maulia?” si bapak balik bertanya

“ia pak, bener... saya Pradila Maulia

Minggu, 01 Desember 2013

Travelling (Bagian 2)

Mendapatkan kabar bahwa acara jalan-jalan kami batal oleh orang yang merencanakan jalan-jalan ini sebelumnya, membuat aku, Dita dan Ulfi tidak terima. Setelah datang menjenguk adik-adik SMA dan “guru tersayang” mereka, Dita dan Ulfi mengatakan bahwa Arya tidak mau ikut jalan-jalan, dia bilang males. Tentu saja aku tidak terima dengan pernyataan dan alasannya, sebab aku telah membatalkan beberapa agenda demi jalan-jalan ini. Lah... bagaimana bisa dibatalkan hanya demi alasan males? -alasan ditolak-. Karena Ulfi dan Dita sudah angkat tangan terhadap Arya, akhirnya aku yang harus turun tangan mengatasi anak yang satu ini. Setelah mengirimkan beberapa sms, Arya pun meg-ia-kan, dan jalan-jalan pun jadi -yeeeiii-
             Sebenarnya aku merasa tidak enak hati karena terkesan memaksa, tapi yang sebenarnya mengajak kami ke tempat ini adalah si Arya. Tapi menjelang H-1 keberangkatan, eh dia malah membatalkan rencana ini. ya udahlah...yang penting kami akhirnya pergi juga ke tempat ini. tempat yang kami kunjungi adalah “curug seribu” curug artinya air terjun, seribu karena batunya banyak -ribuan-. Kata Arya, kami ke curug seribu bertujuan untuk melatih fisik agar nanti jika kami naik gunung, tidak kaget.
            Letak curug seribu tidak terlalu jauh dari kampus kami, curug ini terletak di kaki Gunung Salak. Jadi kami memutuskan pergi ke sana menggunakan motor dengan helm yang sama -haha-. Di tengah jalan, kami sempat tersesat karena sang penunjuk jalan (Arya) tiba-tiba hilang. Sambil menunggu bertemu dengannya, kami makan soto mie dulu karena laper banget. Oya, soto mie-nya enak bangeeet, kayaknya soto mie terenak yang pernah aku makan di Bogor -uenak tenaan-. Sepanjang perjalanan, si Arya jelas-jelas terlihat sangat terpaksa pergi bersama kami. Tapi kami berusaha bersikap seperti tidak terjadi apa-apa, biar dia tidak semakin menjadi-jadi.
            Untuk masuk ke daerah curug seribu ini, kami harus melewati jalan yang penuh dengan batu. Alhasil, motor kami meliuk-liuk tak karuan dan benar-benar seram. Setelah memarkir motor, kami harus melanjutkan dengan berjalan kaki. Ternyata kami harus masuk hutan. Medannya naik, turn, naik lagi dan turun lagi, sehingga harus benar-benar hati-hati. Sepanjang perjalanan menuju curug tersebut, Dita, Ulfi dan Aku selalu bercanda dan tertawa untuk menghilangkan rasa lelah. Namun, si Arya masih didominasi sikap diam, dia hanya berbicara ketika mengingatkan kami agar hati-hati.
            Awalnya aku kira, lokasi curug cukup dekat. Ternyata lumayan jauh, setiap kali kami bertanya kepada Arya tempatnya jauh apa tidak, dia akan selalu bilang masih jauh #huft. Dia bilang, “jika kita sudah sampai di curug yang kecil, berarti separuh perjalanan lagi ke curug yang besar”. Setelah beberapa lama berjalan, akhirnya sampailah kami di sebuah air terjun yang menurutku lumayan besar. Namun ternyata, itu adalah curug yang kecil. Padahal aku sudah merasa berjalan sangat jauh, berarti masih setengah perjalanan lagi.