Subscribe:

Minggu, 30 Desember 2012

Sertai kata-kata yang baik

Percakapan antara Aku dan Dewi (X) dengan seorang Bapak (Y)

Y: “kalian jualan ini buat acara apa?”

X: “ini pak, kami mau menggalang dana untuk acara sosialisasi IPB ke daerah-daerah…”

Y: “emangnya IPB ga terkenal?”

X: “terkenal sih pak, tapi di daerah kami, IPB masih belum diminati”

Y: “kalian dari mana?”

X: “kami dari Madura pak, tepatnya Pamekasan”

Y: “ngapain kamu sosialisasi IPB ke Madura? Emangnya IPB ga bagus?”

X: “IPB bagus pak, tapi orang Madura itu belum banyak yang berminat kuliah di IPB, makanya kami ingin memperkenalkan pada pelajar di sana kalau IPB itu bagus, dan ingin menjelaskan kepada mereka tentang pertanian secara luas, karena pada umumnya pandangan mereka terhadap pertanian masih sempit”

Y: “emang sih,,, orang Madura tuh pikirannya sempit-sempit”

APA??? Asal banget ni bapak ngomongnya. Aku mulai emosi, tekanan darah sudah mulai meninggi, napas mulai naik turun. Untun aja ada Dewi yang masih bertahan dengan senyum cerianya menghadapi bapak yang satu ini

X: “bukan sempit gitu maksud kami pak…”-langsung dipotong oleh sang bapak-

Y: “ia kan, orang Madura itu pikirannya memang sempit. Mereka mikirnya garam…garam… aja”

Aku langsung memotong karena ga mau membiarkan bapak ini meneruskan penghinaannya pada kami

X: “makanya pak, kami ingin mengadakan acara ini agar pikiran mereka ga sempit lagi, agar mereka lebih terdidik dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi”

Y: “oh…jadi biar mereka kuliah, gitu?” -tampang meremehkan-

X: “iya pak…”

Y: “kalian jurusan apa? garamunologi?” -tetap aja ngejek tentang garam-

X: “(dalam hati berkata: mana ada jurusan gituan pak…) saya jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, teman saya ini jurusan Manajemen”

Y: “loh…kalian kan IPB, memangnya ada jurusan seperti itu? Bukannya pertanian, perikanan, atau kehutanan?”

X: “ada pak, pertanian kan juga butuh orang-orang ekonomi agar kebijakan ekonominya pro pada petani”

Sebenarnya aku dan Dewi heran pada bapak yang satu ini, sebenarnya mau beli ga sih? Nganjak ngobrol ngalor ngidul sambil menghina gini.

Y: “berapa ini harganya?”

X: “50 ribu pak,”

Y: “kalian ngambilnya 10 ribu ya, terus kalian jual 50 ribu?”

X: “enggak pak, ga dapet kalo 10 ribu”

Y: “terus berapa?”

X: “harga aslinya itu 25 ribu, tapi karena kami ngambil banyak, harganya jadi 21ribu”

Y: “waduh,,,kalian ngambil untung lebih dari 100%, ga boleh itu…gimana kalian ini, kalian dosa. Kalo kalian ngambi 100ribu, maksimal kalian jualnya 150ribu, ga boleh lebih dari itu”

X: “boleh kok pak,,,saya ngambil minor ekonomi syariah, kata dosen saya boleh, asal liat daya beli konsumennya”

Y: “wah…itu berarti salah syariahnya…ya udah…karena kalian sudah berdosa karena ngambil untung yang banyak dan dosa kalian itu sudah besar, melebihi pulau Madura, jadi biar dosa kalian tidak semakin besar, sisa dari harga itu, saya kasih sebagai hadiah.”
Sebenarnya ingin sekali menyangkal dan mendebat pendapat bapak tadi tentang syariah dan hukum mengambil keuntungan yang aku pelajari di minorku, tapi tak usah lah… kami pun langsung memutuskan pamit saja.

X: “terimaksih Bapak….”

Setelah pergi dari rumah Bapak itu, hatiku sangat sedih…senyumku hilang, Dewi terus berusaha menghiburku, tapi tak mempan. Meskipun Bapak itu sebenarnya baik dan telah membantu kami dengan membeli brownis kami, tapi aku justru merasa sedih karena dia telah menghina kami, orang Madura. Kenapa harus menghina? Bukannya kita bersaudara? Kita satu bangsa, satu Negara, dan yang terpenting kita se-agama, saudara semuslim -karena aku tau bapak ini muslim-. Menyedihkan sekali.

Sebenarnya bisa saja aku balas penghinaan bapak itu, aku balik caci maki dia dan aku langsung pergi saja dari rumahnya. Tapi, ada satu hal yang menahanku, aku ingin membuktikan bahwa kami orang Madura memilki sopan santun yang baik, kami diajari dan dididik oleh Bapak dan Ibu kami untuk meghormati orang yang lebih tua.  Aku tahan emosiku karena aku ingin menunjukkan pada mereka bahwa kami orang Madura bukanlah orang yang suka kekerasan, kami orang Madura bisa melawan dengan cara cerdas, bukan semata dengan fisik tanpa arti.

Mungkin ada sebagian orang Madura yang memilki watak keras, suka bertengkar, dan memilki pikiran sempit seperti yang dikatakan bapak tadi. Tapi, apakah semuanya seperti itu? Dengan tegas aku jawab “TIDAK”. Sangat tidak bijak menurutku men-generalisasi semuanya karena adanya sifat sebagian, sungguh sangat tidak bijak. Bahkan berdasarkan ilmu statistika, kesimpulan tersebut tidak signifikan.

Alhamdulillah aku dan Dewi mampu menahan emosi kami. Aku sadar bahwa aku dan teman-teman Madura lainnya di IPB ini menjadi “DUTA” bagi masyarakat Madura di sana. Tingkah laku dan sikap kami menjadi gambaran tingkah laku dan sikap orang Madura di sana. Oleh karena itu, karena kami seorang duta, maka kami harus menjaga sikap kami. Kami harus menunjukkan pada mereka (teman-teman kami) bahwa orang Madura adalah orang-orang yang punya sopan santun, menghormati hak-hak orang lain, dan pastinya orang Madura adalah orang-orang yang berpendidikan baik sehingga sikap dan tingkah laku kami pun harus mencerminkan sebagai orang yang berpendidikan.

Ada hal lain juga yang membuatku sedih terhadap tingkah laku bapak tadi. Dapat digambarkan oleh petikan ayat al-Qur’an di bawah ini:

Q.S Al-Baqarah: 262-263
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.(QS. 2:262)

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun”.(QS. 2:263)

9 komentar:

  1. bagossss bangeeeet ... :D
    kata emmakku kemaren nya, "dari situ kamu tahu kan gimana susahnya nyari uang." :')
    dan satu lagi,
    jangan pernah meragukan kekuatan "senyum 5cm"!!!
    hahaha

    BalasHapus
  2. yup...bener...
    makanya harus bijak menggunakan uang,
    tapi
    kalo buat sedekah jangan hemat, karena Allah sudah menjanjikan ganti yang lebih besar :)

    BalasHapus
  3. haha, untuk sedekah mah beda nya.
    itu kan memang sudah ada jatahnya dari sekian persen uang kita.
    kalo nanti ada yang nawarin danusan ke rumah dengan senyum 5cm, insyaAllah walaupun tidak membeli, akan ku balas dengan senyum 10cm nya. hahaha :D
    atau ku borong itu semua danusan. (Gaya) 8-)

    BalasHapus
  4. yeee...yang ada jatahnya itu zakat wi, kalo sedekah mah ga diwajibkan -sunnah-, tapi alangkah baiknya sering sedekah...
    10 cm? waduh, kalo aku yg ngedanus, aku kabur aja,,,serem banget,,,senyumnya terlalu lebar hahaha
    ya udah nanti aku suruh murid2ku ngedanus ke rumahmu ya hehehe

    BalasHapus
  5. perjuangan danus yang keren dil. semangat danus yang luar biasa.
    jangan cepat emosi ketika melihat orang seperti itu. jika kita emosi bakal ketauan kelemahannya gmana. klo bisa jwb dengan cerdas dengan mukul balik.
    karena bertingkah sombong untuk menghadapi yang sombong itu sunnah. (saya dapat dari beberapa referensi kitab kuning, salah satunya jam'u jawami'i) ato nanya deh sama ustad cara hadapin org yang kayak gitu.
    oya. kunjungi blogku juga ya
    kaizenswan.wordpress.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. kan emang ga marah... :D
      marahnya dalam hati aja hahaha...
      oke,,,tak coba kunjungi pak komti

      Hapus
  6. Mbak, salah seorang mahasiswa ipb ya?
    Ada penyuluhan gak ke sekolah-sekolah di madura?

    BalasHapus
  7. ia, saya mahasiswa ipb
    insyaAllah ada, sosialisasi ke sekolah2 dan ada acara puncak berupa seminar di gedung serbaguna pamekasan (gratis), info lebih lanjut, gabung di grup fb calon mahasiswa ipb angkatan 50
    atau bisa hubungi ketua panitianya
    087850205884

    BalasHapus
  8. dilaaaa...keren bangett.. semangat yak!!

    BalasHapus