“Ku ingin dia yang
sempurna... untuk diriku yang biasa...”
Kalimat
di atas merupakan kutipan lirik lagu yang akhir-akhir ini menjadi lagu favorit
orang-orang di sekitarku, termasuk aku. Lirik yang bagus diimbangi dengan kualitas
sang penyanyi yang tidak diragukan lagi kualitasnya. Saking sukanya, bahkan tak
jarang aku dan teman-temanku menyanyikan lagu ini secara bersama-sama.
Namun,
ada hal lain yang menarik perhatianku pada lagu ini. bagiku makna dari lirik
lagu ini menggambarkan kebanyakan watak manusia. Ya, manusia, makhluk yang
paling sempurna dengan akal pikirannya. Sepertinya memang fitrah manusia untuk
selalu berusaha untuk mencari yang sempurna. Nah, contoh konkrit misalnya,
ketika beberapa waktu yang lalu saat aku berbelanja di sebuah toko sembako, ada
seorang remaja putri yang sedang berdiri menunggu seseorang. Perawakannya
seperti kebanyakan gadis sunda, putih, bersih dan cantik. Lalu, tiba-tiba
datanglah seorang bapak-bapak yang kemudian menghampiri anak itu. Seorang bapak
lainnya berkelakar mengejek sang bapak tadi.
“ini benar anakmu?” katanya sambil tertawa
“lah ia dong... cantik kan?” bapak si Anak terlihat bangga
“gak percaya... kok beda banget ya... hahaha” si bapak tertawa
terbahak-bahak
“eh... jangan salah... bapaknya boleh jelek, tapi lihat dulu
ibunya...haha” sang bapak berusaha menjawab lawakan bapak yang tadi.
Melihat
kejadian tersebut, aku hanya bisa ikut tertawa sambil berusaha berpikir lebih
jauh. Oh... ternyata begitu ya... sang bapak dengan kata lain menikahi seorang
wanita cantik dengan harapan dapat memperbaiki dan menyempurnakan keturunannya.
Apakah cara tersebut diperbolehkan? Tentu boleh, sah-sah saja jika si bapak
kemudian berusaha untuk menikahi istrinya yang cantik agar keturunannya menjadi
lebih baik dan lebih sempurna daripada generasinya.
Sebenarnya
arah tulisan ini bukan untuk membahas usaha sang bapak untuk memperbaiki
keturunannya. Tapi, lebih dari itu. Aku hanya ingin memandang dari sudut
pandang yang berbeda, namun masih berkaitan dengan lirik lagu di atas. Apabila
seseorang menanyakan kriteria pasanagan hidup padamu atau padaku, maka tentu
kita akan menjawab kriteria yang baik-baik, bahkan yang mendekati sempurna.
Misal kriteria yang pertama adalah yang soleh, taat agamanya, pintar, mapan,
ganteng, tinggi, penyayang, putih, romantis, pakai kacamata, sosok pemimpin
yang mengayomi dan mampu membimbing kita menjadi pribadi yang lebih baik, dan
lain sebagainya. Atau, kalau temanku bilang yang bisa dibawa ke kondangan dan
ke seminar -haha-.
Kriteria
di atas sah-sah saja, sebab keinginan dapat menjadi doa, siapa tau terkabul
-hehe-. Tapi, hal yang paling krusial adalah ketika kita sebagai wanita punya
target ini dan itu, pengen yang seperti ini atau yang seperti itu... apakah
kita sudah berusaha memantaskan diri untuk mendapatkan yang sesempurna kriteria
kita?. Jika kita ingin yang baik, maka jadikan diri menjadi baik. Jika kita
ingin yang berkualitas tinggi, maka jadikan diri menjadi berkualitas tinggi
pula. Ada sebuah pernyataan Mario Teguh yang sangat saya sukai “Mengapa wanita harus bersikap layaknya
seorang Ratu? Karena dia akan menjadi pendamping bagi seorang Raja besar”.
Intinya adalah wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, begitu pula wanita
yang buruk untuk laki-laki yang buruk. Ini bahkan dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Jangan
sampai kita melakukan hal seperti lirik lagu di atas. Menginginkan yang
sempurna, sedangkan kita sendiri masih biasa. Seharusnya liriknya kita ubah
menjadi “ku ingin dia yang
sempurna...untuk diriku yang biasa namun selalu berusaha untuk menjadi sempurna”.
Nah... kalau seperti ini lebih cocok kan? Meskipun kita punya kualitas yang
biasa, namun kita selalu belajar dan berusaha keras untuk menjadi sempurna, ada
usaha untuk memantaskan diri.
Selamat memantaskan diri para
Ratu :)
0 komentar:
Posting Komentar