Subscribe:

Rabu, 27 November 2013

Ku Ingin Dia yang Sempurna

Ku ingin dia yang sempurna... untuk diriku yang biasa...”
            Kalimat di atas merupakan kutipan lirik lagu yang akhir-akhir ini menjadi lagu favorit orang-orang di sekitarku, termasuk aku. Lirik yang bagus diimbangi dengan kualitas sang penyanyi yang tidak diragukan lagi kualitasnya. Saking sukanya, bahkan tak jarang aku dan teman-temanku menyanyikan lagu ini secara bersama-sama.
            Namun, ada hal lain yang menarik perhatianku pada lagu ini. bagiku makna dari lirik lagu ini menggambarkan kebanyakan watak manusia. Ya, manusia, makhluk yang paling sempurna dengan akal pikirannya. Sepertinya memang fitrah manusia untuk selalu berusaha untuk mencari yang sempurna. Nah, contoh konkrit misalnya, ketika beberapa waktu yang lalu saat aku berbelanja di sebuah toko sembako, ada seorang remaja putri yang sedang berdiri menunggu seseorang. Perawakannya seperti kebanyakan gadis sunda, putih, bersih dan cantik. Lalu, tiba-tiba datanglah seorang bapak-bapak yang kemudian menghampiri anak itu. Seorang bapak lainnya berkelakar mengejek sang bapak tadi.
ini benar anakmu?” katanya sambil tertawa
lah ia dong... cantik kan?” bapak si Anak terlihat bangga
gak percaya... kok beda banget ya... hahaha” si bapak tertawa terbahak-bahak
eh... jangan salah... bapaknya boleh jelek, tapi lihat dulu ibunya...haha” sang bapak berusaha menjawab lawakan bapak yang tadi.
            Melihat kejadian tersebut, aku hanya bisa ikut tertawa sambil berusaha berpikir lebih jauh. Oh... ternyata begitu ya... sang bapak dengan kata lain menikahi seorang wanita cantik dengan harapan dapat memperbaiki dan menyempurnakan keturunannya. Apakah cara tersebut diperbolehkan? Tentu boleh, sah-sah saja jika si bapak kemudian berusaha untuk menikahi istrinya yang cantik agar keturunannya menjadi lebih baik dan lebih sempurna daripada generasinya.

            Sebenarnya arah tulisan ini bukan untuk membahas usaha sang bapak untuk memperbaiki keturunannya. Tapi, lebih dari itu. Aku hanya ingin memandang dari sudut pandang yang berbeda, namun masih berkaitan dengan lirik lagu di atas. Apabila seseorang menanyakan kriteria pasanagan hidup padamu atau padaku, maka tentu kita akan menjawab kriteria yang baik-baik, bahkan yang mendekati sempurna. Misal kriteria yang pertama adalah yang soleh, taat agamanya, pintar, mapan, ganteng, tinggi, penyayang, putih, romantis, pakai kacamata, sosok pemimpin yang mengayomi dan mampu membimbing kita menjadi pribadi yang lebih baik, dan lain sebagainya. Atau, kalau temanku bilang yang bisa dibawa ke kondangan dan ke seminar -haha-.
            Kriteria di atas sah-sah saja, sebab keinginan dapat menjadi doa, siapa tau terkabul -hehe-. Tapi, hal yang paling krusial adalah ketika kita sebagai wanita punya target ini dan itu, pengen yang seperti ini atau yang seperti itu... apakah kita sudah berusaha memantaskan diri untuk mendapatkan yang sesempurna kriteria kita?. Jika kita ingin yang baik, maka jadikan diri menjadi baik. Jika kita ingin yang berkualitas tinggi, maka jadikan diri menjadi berkualitas tinggi pula. Ada sebuah pernyataan Mario Teguh yang sangat saya sukai “Mengapa wanita harus bersikap layaknya seorang Ratu? Karena dia akan menjadi pendamping bagi seorang Raja besar”. Intinya adalah wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, begitu pula wanita yang buruk untuk laki-laki yang buruk. Ini bahkan dijelaskan dalam Al-Qur’an.
            Jangan sampai kita melakukan hal seperti lirik lagu di atas. Menginginkan yang sempurna, sedangkan kita sendiri masih biasa. Seharusnya liriknya kita ubah menjadi “ku ingin dia yang sempurna...untuk diriku yang biasa namun selalu berusaha untuk menjadi sempurna”. Nah... kalau seperti ini lebih cocok kan? Meskipun kita punya kualitas yang biasa, namun kita selalu belajar dan berusaha keras untuk menjadi sempurna, ada usaha untuk memantaskan diri.
           

Selamat memantaskan diri para Ratu :)

0 komentar:

Posting Komentar